Hampir
setiap hari manusia itu mengambil waktu untuk tidur. Dan di dalam tidurnya itu
pastilah manusia pernah bermimpi. Bahkan bila dijumlah waktu tidur manusia yang
rata-rata lima hinga delapan jam sehari, jika ditotal mimpi manusia
itu menghabiskan sepertiga dari usianya. Maka bila usia manusia 60 tahun
berarti tidurnya bisa sampai 20 tahun, sebuah waktu yang panjang.
Dalam
waktu yang cukup lama tersebut tidaklah elok jika kita biarkan berlalu begitu
saja, sebab kurangnya ilmu untuk bisa mengambil hikmahnya. Tak heran, ada
sebagian orang menganggap mimpi hanyalah sekedar bunga tidur. Padahal mimpi itu
adalah bagian dari ayat-ayat Alloh. Mimpi adalah ayat yang banyak menyimpan
potensi luar biasa bagi orang mukmin. Selain sebagai media dalam menerima petunjuk
dari Alloh, juga bisa untuk belajar mendekat pada Alloh, mendidik nafsu.
Kesempatan
kali ini kita akan sedikit membongkar rahasia dan potensi mimpi.
Terlebih sebagai umat Islam, kita perlu memahami perihal mimpi menurut apa
yang diterangkan dalam Alquran dan hadits Nabi. Dan beruntunglah bagi
orang yang mengetahui rahasia dan bisa memanfaatkannya. Mimpi yang baik
itu satu bagian dari empat puluh enam bagian dari wahyu kenabian. *
TIGA
MACAM MIMPI
Sebagai
umat Islam, kita perlu sedikit memahami perihal mimpi menurut apa yang
diterangkan dalam Alquran dan hadits Nabi.
Mimpi
memang menjadi ulasan yang menarik, karena biasanya mimpi bisa menceritakan
tentang kehidupan kita, menceritakan tentang orang lain, bisa jadi itu
menyenangkan ataupun tidak, atau bahkan menampilkan suatu pemandangan dan
perasaan yang tidak pernah kita jumpai sama sekali di alam dunia ini. Mimpi
bisa membuat kita meretas senyum, atau sebaliknya justru membuat wajah
berkeringat ketakutan, dan tanpa kita sadari mimpi lah yang membangunkan lelap
tidur kita di kehampaan malam.
MUNCULNYA
MIMPI
Adakalanya
mimpi merupakan akibat yang muncul dari dalam perasaan manusia itu sendiri,
misalnya rasa khawatir atau harapan-harapan dan keinginan-keinginan dalam hati.
Dorongan itu kemudian mengendap pada alam bawah sadar dan muncul secara “tidak
sengaja” dalam bentuk mimpi.
Adakalanya
mimpi juga muncul dari sebab eksternal yang berasal dari kejadian yang ada di
lingkungannya yang terekam dalam fikirannya. Adakalanya munculnya mimpi karena
rangsangan organ badan maupun kondisi fisik, misalnya pada saat jasmani
mengalami kelelahan atau kondisi lainnya. Adakalanya pula mimpi itu muncul dari
bisikan atau permainan syaithon.
Dan
adakalanya munculnya mimpi adalah suatu berita dari Tuhan tentang sebuah
penjelasan akan terjadinya suatu hal di masa mendatang atau suatu berita dari
Tuhan tentang buah/hasil dari apa yang telah dilakukannya pada masa lampau.
Atau bahkan mimpi adalah perlambang dari suatu infromasi yang jauh dari
tangkapan logika manusia, misalnya tentang pengalaman perjalanan ruhaniyah atau
sketsa pemandangan alam akhirat yang sulit dicerna dan sulit untuk dipahami,
karena apa yang dimimpikannya itu belum pernah dilihat, belum pernah didengar
dan belum pernah dirasakannya di dunia. Karena pengalaman-pengalaman ghoib
dalam mimpi memang tak mampu diendus oleh indera dan jauh dari bayangan logika.
Dari
beberapa sebab munculnya mimpi di atas maka dapat diringkas menjadi tiga saja,
sebagaimana diterangkan dalam hadits Nabi. Bersabda Rosulullah SAW: “Mimpi itu
ada tiga, mimpi yang baik adalah kabar gembira dari Allah, mimpi yang menyedihkan
dari Syaithon, dan mimpi yang terjadi akibat angan-angan diri sendiri. (HR
:Muslim dari Abi Hurairoh ; Maktabah ; 2263).
Dilihat
dari sebab munculnya mimpi maka dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis
ru’yah/mimpi: (1) Mimpi baik kabar gembira dari Allah. (2) Mimpi yang
menyusahkan yang datang dari syaithon dan (3 ) Mimpi yang disebabkan oleh
perhatian manusia terhadap sesuatu atau hal-hal yang telah berada di alam bawah
sadarnya.
RU’YAH
SHODIQOH DAN RU’YAH KADZIBAH
Dari
tiga mimpi di atas jika dilihat dari segi nilai atau derajat mimpi maka dapat
diringkas lagi dua macam mimpi :
1).Ru’yah
Shodiqoh artinya: Mimpi yang benar atau mimpi shodiq.
2).Ru’yah
Kadzibah artinya: Mimpi yang dusta atau mimpi kadzib.
Ru’yah Shodiqoh atau mimpi yang benar
ialah: Di waktu ruhani hening, karena panca indera sudah tidak menerima
gelombang sinar dari alam dunia atau alam syahadah, maka di
waktu tertidur itu ruhani dapat menangkap pantulan Nur dari alam ghoib
atau Lauhil Mahfudh, kemudian pantulan Nur dari alam ghoib
itu membentuk lintasan-lintasan berupa lambang-lambang yang tampak dalam mimpi.
Lambang-lambang yang muncul dalam mimpi shodiq ini bisa berupa suatu berita
dari Allah tentang sebuah penjelasan akan terjadinya hal- hal di masa
mendatang, atau suatu berita dari Allah tentang buah/hasil dari apa yang telah
dilakukannya pada masa lampau, atau kabar gembira dari Allah, atau peringatan
dan teguran dari Allah, atau tentang pengalaman perjalanan ruhaniyah, atau
tentang sketsa pemandangan alam akhirat. Inilah yang disebut dengan ru’yah
shodiqoh/ mimpi yang benar/ mimpi shodiq.
Rosulullah
SAW bersabda, yang artinya : “Tidaklah tinggal dari tanda-tanda kenabian
kecuali berita-berita gembira”, kemudian para shohabat bertanya: ”Apa itu
berita-berita gembira?”, Rosulullah saw bersabda: “Mimpi yang benar”. (HR :
Bukhori).
At-Tirmidzi meriwayatkan bahwa seorang
penduduk Mesir bertanya kepada Abu Darda’ RA mengenai firman Allah ini: “Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan di
dalam kehidupan di akhirat” (Surat Yunus/ ayat 64). Abu Darda’
menjawab: “Tidak ada seorangpun bertanya tentang ayat ini semenjak aku bertanya
kepada Rasulullah SAW dan beliau menjawab: ‘Tidak seorangpun bertanya kepadaku
tentang ayat ini selain engkau semenjak ayat ini diturunkan. Ayat ini
menjelaskan mimpi baik yang dialami seorang muslim,”. (HR : At-Tirmidzi)
Sedangkan
ru’yah kadzibah atau mimpi yang dusta ialah: Di waktu tidak siap secara ruhani,
maka gelombang jasmaniyah dan gelombang fikiran yang masih kuat ini akan
menjadi pembatas atau tabir untuk menangkap pantulan Nur dari alam ghoib. Di
saat tertidur itu gelombang jasmaniyah dan gelombang fikiran yang masih kuat
ini mengendap di alam bawah sadar sehingga membentuk gambaran dalam sebuah
mimpi, atau bahkan syaithon bisa masuk mempermainkan manusia didalam mimpinya.
Gambaran-gambaran yang muncul dalam mimpi kadzib ini bisa berupa
kejadian-kejadian yang ia alami di alam materi/ alam dunia atau angan-angan
yang ia fikirkan atau bahkan lintasan dari syaithon. Inilah yang disebut dengan
ru’yah kadzibah atau mimpi yang dusta atau mimpi kadzib.
Diriwayatkan
bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Rosulullah SAW: “Sesungguhnya saya
telah bermimpi (melihat) kepalaku telah terputus (dari badanku) lalu saya
mengikutinya dari belakang”, Maka Nabi SAW mencelanya dan bersabda: “Janganlah
kamu ceritakan (kepada orang lain) permainan syaithon terhadapmu di dalam
mimpi(mu)”. (HR : Muslim).
Al-Allamah
‘Abdurrahman bin NAshir As-Sa’di rohimahulloh mengatakan: “Mimpi-mimpi
kosong dan tidak bisa dita’wil, seperti orang yang bermimpi dalam keadaan dia
sibuk berfikir dan berangan-angan terhadap suatu persoalan. Maka kebanyakan
yang dilihatnya dalam tidurnya adalah sejenis dengan apa yang dipikirkannya
ketika dia dalam keadaan jaga. Jenis ini biasanya mimpi kosong yang tidak ada
ta’wilnya.
Demikian
juga bentuk lain yang dilemparkan syaithon kepada ruh orang yang tidur, berupa
mimpi dusta dan makna-makna yang kacau. Ini juga mimpi yang tidak ada
ta’wilnya. Dan tidak perlu menyibukkan pikirannya dengan hal ini. Bahkan
sebaliknya dia membiarkannya begitu saja. Adapun mimpi yang benar, maka itu
adalah ilham yang diberikan Allah kepada ruh ketika dia lepas dari jasad pada
waktu tidur. Atau tamsil yang dibuat oleh Malaikat bagi seorang manusia agar
dia memahami apa yang sesuai dengan tamsil itu. Yakni, kadang dia melihat
sesuatu sesuai hakekatnya, dan ta’birnya adalah apa yang dilihatnya dalam
tidurnya.*
(SISIPAN)
PETUNJUK ALLOH MELALUI MIMPI.
1.
Nabi Ibrahim.
Nabiyulloh Ibrahim AS pernah melakukan penyembelihan (pengorbanan) terhadap
putranya (Ismail). Dan karena sangat besarnya pelajaran dari kisah pengorbanan
tersebut, akhirnya umat Islam juga diperintahkan untuk melakukan pengorbanan
setiap Idul Adha sampai akhir jaman. Dan itu tidak lain berawal dari mimpinya
Nabi Ibrahim yang merupakan petunjuk dari Alloh untuk menyembelih Ismail.
Alquran Surat As Shofat, ayat 102-105.
1.
Nabi Yusuf
Petunjuk Alloh kepada Yusuf akan tanda-tanda kenabiannya juga disampaikan
melalui mimpi. Sebagaimana diinformasikan dalam Alquran Surat Yusuf ayat 4.
“(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: Wahai ayahku, sesungguhnya
aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan, kulihat semuanya
sujud kepadaku.” (Yusuf : 4).
1.
Nabi Muhammad SAW.
Dalam kisahnya Muhammad SAW pun, sebelum terjadi perdamaian Hudaibiyah, beliau
bermimpi memasuki kota Mekkah dan Masjidil Haram bersama para sohabatnya dalam
keadaan sebahagia mereka bercukur rambut. Dan Nabi mengatakan bahwa mimpinya
itu pasti akan menjadi kenyataan.
1.
Manusia biasa
Mimpi
juga menjadi media penyampai berita atau peringatan dari Alloh untuk manusia
biasa. Seperti kisahnya Nabi Yusuf ketika dalam penjara didatangi ada dua orang
pemuda yang menceritakan mimpinya. Yang satu mimpi memeras anggur, dan satunya
lagi mimpi membawa roti di atas kepalanya, namun sebagiannya di makan burung.
Hal ini diceritakan dalam Surat Yusuf, ayat 36 dan 41.
BELAJAR
MENYIKAPI MIMPI
Dan
(ingatlah), ketika Kami wahyukan kepadamu: “Sesungguhnya (ilmu) Tuhanmu meliputi
segala manusia.” Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan
kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia (Al-Isro’ : 60)
Bila mimpi disebut sebagai ujian, berarti ada rahasia besar di dalamnya yang
menuntut manusia untuk bisa membongkarnya. Bagi yang bisa menemukan rahasia
besarnya dan benar dalam menyikapinya, akan mendapat banyak keberuntungan.
Sebaliknya bila tidak bisa menemukan rahasianya, yang tentunya mengakibatkan
kesalahan dalam menyikapinya, akan banyak mendapat kerugian.
Berikut ini caranya menyikapi mimpi yang kita alami berdasarkan tuntunan dari
Rosulullah. Sebagaimana tersebut dalam beberapa hadits berikut ini:
1).
Mimpi Baik
Sehubungan dengan cara menyikapi mimpi,
Imam Bukhori menyusun kitab berjudul Kitaabu Ta’bir, pada
salah satu bab dalam kitab tersebut yakni “Babur ru’ya minalloh”,
ada tuntunan dari Rosulullah jika mengalami mimpi yang baik, beliau memuat
hadits sebagai berikut : Rosulullah SAW bersabda: “Mimpi yang baik berasal dari
Allah dan mimpi yang buruk berasal dari syaithon. Barang siapa melihat mimpi
buruk, hendaklah ia meludah ke kiri dan meminta perlindungan kepada Allah dari
Syaithon. Niscaya dengannya mimpi buruk itu tidak akan
memudlorotkannya/membahayakannya. Janganlah ia menceritakan mimpi itu kepada
siapapun. Jika ia melihat mimpi yang baik, hendaklah ia bergembira, dan
janganlah menceritakannya kecuali kepada orang yang menyukai dirinya”.
(Keterangan dari Shohabat Abu Qotadah RA, diriwayatkan oleh Muslim, dalam kitab
Shohih Muslim, Hadits nomer 2261).
Dari Abi Sa’id Alkhudlri , sesungguhnya
ia mendengar Nabi SAW bersabda : “Apabila seseorang diantara kamu bermimpi yang
menggembirakan, hal itu hanyalah dari Allah, maka hendaklah ia memuji Allah
atas mimpi itu (mengucap Alhamdulillah), tetapi
jika ia bermimpi selain itu yakni yang tidak menyenangkannya, hendaklah
berlindung kepada Allah (mengucap A’udzu billah) dari
kejelekannya, dan hendalah tidak menceritakannya kepada siapapun, karena hal
itu tidak memudlorotkannya/membahayakannya”. (HR : Bukhori).
Pada
Hadits yang lain, Rosulullah SAW bersabda: “Janganlah menceritakan mimpi
kecuali kepada seorang ulama’ atau orang yang bisa memberi nasehat” (Keterangan
dari Shohabat Abu Huroiroh RA, diriwayatkan oleh Ad-Darimi jilid 2 hal 126, dan
At-Tirmidzi Hadits ke 2280).
Berdasarkan
tuntunan dari Rosulullah dalam hadits di atas maka cara menyikapi mimpi yang
baik ialah:
1).
Merasa gembira dalam hati, kegembiraan yang disandarkan kepada Allah.
2). Bersyukur dengan mengucap Alhamdulillah, dan lebih afdlol jika diiringi dengan
sholat syukur.
3).
Tidak menceritakan mimpi tersebut kepada sembarang orang kecuali kepada seorang
ulama’ atau orang yang bisa memberi nasehat.
2).
Mimpi Buruk
Sedangkan
jika mengalami mimpi yang buruk, ada beberapa tuntunan dari Rosulullah
sebagaimana diterangkan dalam hadits Nabi berikut:
Dari
Abu Qotadah, dari Nabi SAW bersabda: “Mimpi yang baik itu dari Allah dan mimpi
yang buruk itu dari Syaithon, apabila seseorang diantara kamu mimpi buruk, maka
hendaklah berlindung kepada Allah darinya, dan hendaklah meludah ke sebelah
kirinya sehingga hal itu tidak akan membahayakan”. (HR : Bukhori).
Rasulullah
SAW bersabda, “Mimpi yang baik adalah dari Allah. Sedangkan mimpi yang
menakutkan berasal dari setan. Barangsiapa mimpi yang tidak menyenangkan, maka
hendaklah dia meludah ke sebelah kirinya tiga kali dan berlindung diri kepada
Allah dari syaithon, maka mimpi tersebut tidak akan membahayakannya” (HR :
Bukhori dan Muslim).
Rasulullah
SAW bersabda, “Mimpi itu ada tiga. Mimpi yang baik merupakan kabar gembira
dari Allah. Mimpi yang menyedihkan berasal dari syaithon, dan mimpi yang datang
dari angan-angan seseorang. Jika salah seorang di antara kalian mimpi yang
menyedihkan maka hendaklah dia bangun lalu shalat dan tidak menceritakannya pada
orang lain” (HR : Bukhori dan Muslim).
Rosulullah
SAW bersabda: “Jika salah seorang dari kalian mimpi yang tidak ia suka,
hendaklah ia mengubah posisi tidurnya, meludah ke kiri tiga kali, memohon
kepada Allah semoga ada kebaikan dalam mimpi itu, dan berlindung kepada Allah
dari keburukan mimpi tersebut”. (Keterangan dari Shohabat Abu Huroiroh,
diriwayatkan oleh Ibnu Majjah, Hadits no.3910).
Telah
bersabda Rosulullah SAW: “Jika salah seorang dari kalian melihat mimpi yang
tidak ia sukai, hendaklah ia meludah ke kiri tiga kali, meminta perlindungan
kepada Allah dari godaan Syaithon tiga kali, dan mengubah posisi tidurnya dari
posisi semula”. (Keterangan dari Shohabat Jabir RA, diriwayatkan oleh Imam
Muslim, dalam kitab Shohih Muslim, Hadits nomer 2262).
Dalam Hadits Shahih disebutkan bahwa
ada seorang lelaki sowan kepada
Rasulullah SAW dan bertanya: “Ya Rasulallah,
aku bermimpi seolah kepalaku terputus dan aku mengikutinya”. Rasulullah
menjawab: “Jangan kau bicarakan apa yang menjadi permainan syaithon terhadapmu
dalam tidur”.
Rosulullah
SAW bersabda: “Mimpi yang baik berasal dari Allah dan mimpi yang buruk berasal
dari syaithon. Barang siapa melihat mimpi buruk, hendaklah ia meludah ke kiri
dan meminta perlindungan kepada Allah dari Syaithon. Niscaya dengannya mimpi
buruk itu tidak akan memudlorotkannya/membahayakannya. Janganlah ia
menceritakan mimpi itu kepada siapapun. Jika ia melihat mimpi yang baik,
hendaklah ia bergembira, dan janganlah menceritakannya kecuali kepada orang
yang menyukai dirinya”. (Keterangan dari Shohabat Abu Qotadah RA, diriwayatkan
oleh Muslim, dalam kitab Shohih Muslim, Hadits nomer 2261).
Maka
berdasarkan beberapa Hadits di atas, jika kita mengalami mimpi buruk maka cara
menyikapinya ialah sebagai berikut:
1).
Meludah tiga kali ke arah kiri dengan maksud membuang keburukan dari mimpi
tersebut.
2).
Memohon perlindungan kepada Allah dari Syaithon.
3).
Memohon kepada Allah semoga ada kebaikan dalam mimpi itu.
4).
Berwudlu dan melaksanakan sholat.
5).
Mengubah posisi tidur jika akan melanjutkan tidurnya kembali.
6).
Tidak menceritakannya kepada orang lain.
Terhadap
mimpi baik maupun mimpi buruk, mengapakah kita tidak boleh menceritakan mimpi
tersebut kepada sembarang orang?
Karena
Rosulullah SAW bersabda: “Mimpi itu berada di kaki burung selama tidak
ditakwilkan. Maka jika ditakwilkan, niscaya ia akan jatuh (terjadi).” Beliau
bersabda: “Janganlah menceritakan mimpi kecuali kepada orang yang menyukai dan
bijaksana.” (Keterangan dari Abu Razin, diriwayatkan oleh Abu Dawud, dalam
kitab Sunan Abi Dawud Hadits nomer 5020, dan diriwayatkan oleh Ibnu Majjah
dalam kitab Sunan Ibnu Majjah Hadits nomer 3914).
Itulah
sebabnya kita dilarang menceritakan mimpi kepada sembarang orang karena jika
salah mentakwilkannya maka itu akan terjadi. Satu hal lagi yang harus kita
perhatikan, yakni jangan sekali-kali bercerita telah bermimpi tentang sesuatu
padahal sebenarnya tidak pernah memimpikannya, mengapa itu dilarang?
Karena
Rosulullah SAW bersabda: “Barang siapa menceritakan mimpi yang tidak ia lihat,
niscaya ia akan dibebani untuk mengikat biji gandum dan ia tidak akan mampu
melakukannya”. (Keterangan dari Shohabat Ibnu Abbas RA, diriwayatkan oleh Imam
Bukhori, dalam kitab Shohih Bukhori, Hadits nomer 7042). Oleh sebab itu
hendaknya kita berhati-hati dalam menyikapi persoalan mimpi.*
(SISIPAN)
MACAM MACAM MIMPI
1.
Mimpi yang akan menjadi kenyataan.
Seperti mimpinya para Nabi, misalnya mimpinya Nabi Yusuf melihat matahari,
bulan dan 11 bintang sujud kepadanya. Mimpinya Nabi Muhammad SAW ketika akan
menguasai Mekah lagi, dan seterusnya. Dan ini biasanya disebut pula dengan
istilah wahyu. Namun kalau ru’yah shodiqoh ini turun kepada manusia biasa,
disebut dengan istilah seper empatpuluh enam wahyu kenabian, atau mubasyirot.
2.
Mimpi yang baik. Yaitu mimpi yang menggembirakan
dari Alloh, misalnya mimpi ketemu Nabi Muhammad SAW, bertemu para shohabat,
para wali dan seterusnya.
3.
Mimpi simbolis. Yaitu mimpi yang berisi
penjelasan atau cara untuk menyelesaikan masalah rumit yang tengah dihadapinya.
Mimpinya kadang berupa gambaran atau simbol yang logis.
4.
Mimpi menakutkan. Maksud mimpi
menakutkan disini adalah mimpi untuk mengingatkan akan bahaya yang mengancam
atau suatu pengaruh yang mengganggu.
5.
Sedangkan mimpi dusta (ru’yah kadzibah)
adalah mimpi yang kosong atau tidak bermakna, bisa jadi itu mimpi dari syetan
atau dari lamunan dirinya sendiri. Mimpi ini biasanya sulit difahami oleh
sipemimpinya sendiri, susah diingat secara sistematis, kacau balau, sulit
dita’wilkan maknanya.
WAHYU
KENABIAN
Mimpi
yang baik itu satu bagian dari empat puluh enam bagian dari wahyu kenabian
Di
dalam kitab Tarikhul Anbiya’ jilid 1, susunan almukarrom Bp.Kyai Moch.Muchtar
Mu’thi, menyebutkan sebuah hadits yang menerangkan bahwa mimpi shodiq yang
dialami orang mukmin adalah seperempat puluh enam dari wahyu kenabian: Bersabda
Rosulullah SAW: “Mimpi yang baik itu satu bagian dari empat puluh enam bagian
dari wahyu kenabian”. (Keterangan dari Shohabat Abi Sa’id, diriwayatkan oleh
Imam Bukhori, dalam kitab Hadits Jami’us Shoghir/ bab huruf Ro’/ hal.165).
Rasulullah
SAW bersabda: “Muslim yang paling benar mimpinya adalah yang paling jujur
perkataannya. Mimpi seorang Mukmin merupakan satu bagian dari 46 bagian dari
wahyu kenabian.” (Mutafaq ‘Alaih). Demikianlah penjelasan dari Rosulullah
bahwa mimpi shodiq seorang muslim adalah seperempat puluh enam dari wahyu
kenabian.
Oleh sebab itu jika kita mengalami
mimpi shodiq, kalau bisa janganlah mengabaikannya, karena mimpi yang demikian
itu adalah berita dari Allah dan menduduki seperempat puluh enam dari wahyu kenabian.
Untuk itu fahamilah dan waspadailah bagaimana ciri-ciri mimpi shodiq, yakni
saat menjelang tidur gelombang jasmaniyah dan gelombang fikiran kita lepas,
sekujur badan dan panca indera serta fikiran sudah tidak menerima gelombang
sinar dari alam dunia atau alam syahadah, ruhani hening dan bening, maka di
waktu tertidur itu ruhani dapat menangkap pantulan Nur dari alam ghoib
atau Lauhil Mahfudh, kemudian pantulan Nur dari alam ghoib
itu membentuk lintasan-lintasan berupa lambang-lambang yang tampak dalam mimpi.
Lambang-lambang yang muncul dalam mimpi inilah yang disebut mimpi shodiq,
didalamnya bisa berupa suatu berita dari Allah tentang sebuah penjelasan akan
terjadinya hal- hal di masa mendatang, atau suatu berita dari Allah tentang
buah dari apa yang telah dilakukannya pada masa lampau, atau kabar gembira dari
Allah, atau peringatan dan teguran dari Allah, atau tentang pengalaman
perjalanan ruhaniyah, atau tentang pemandangan alam akhirat. Inilah yang
disebut dengan ru’yah shodiqoh. Jika muncul yang demikian itu maka
bersyukurlah. Karena sepeninggal Nabi Muhammad sebagai Nabi yang terakhir maka
wahyu kenabian yang diturunkan Allah kepada manusia sudah tutup, dan yang masih
ada selanjutnya hingga sekarang ialah seperempat puluh enam dari wahyu kenabian
yakni mimpi shodiq-nya seorang muslim, sebagaimana diterangkan dalam hadits
berikut:
‘Aisyah
RA meriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tidak akan tersisa setelahku
dari ciri kenabian kecuali hanya kabar gembira.” Lalu para sahabat bertanya:
“Ya Rasulullah, apakah kabar gembira tersebut?”. Beliau menjawab: “Mimpi shodiq
yang dilihat seseorang dalam tidurnya atau tentang dirinya yang dimimpikan oleh
orang lain.” (HR. Ahmad. Riwayat yang sama juga diriwayatkan oleh Bukhari dari
sahabat Abu Hurairah).
Sedangkan
terhadap mimpi yang terjadi akibat angan-angan fikiran diri sendiri atau akibat
kejadian keseharian maka mimpi tersebut diabaikan saja tidak apa-apa karena
mimpi semacam ini memang tidak mempunyai arti. Begitu juga mimpi ihtilam (mimpi
orang dewasa yang mewajibkan mandi jinabat), mimpi pada saat fikiran kacau,
atau mimpi tentang masa lalu, juga tidak mempunyai arti, maka pantas jika mimpi
seperti ini diabaikan karena hanya merupakan ‘bunga tidur’ saja.
Tapi sayangnya, terhadap mimpi-mimpi
yang merupakan berita dari Allah ataupun yang merupakan perlambang perjalanan
ruhaniyah, tidak sedikit manusia mengabaikannya, sehingga sesuatu yang penting
itu diabaikan begitu saja atau paling tidak dipendam dalam alam bawah sadar
manusia tanpa kita pernah memahaminya. “Hallaah… cuman mimpi
saja” mungkin begitulah sebagian kita bergumam.
MIMPINYA PARA NABI
Tidak
hanya manusia biasa, para Nabi pun juga mengalami mimpi. Bedanya, kalau
mimpinya para Nabi adalah wahyu kenabian dari Allah Taala, sedangkan mimpi
shodiq manusia yang bukan Nabi adalah seper empat puluh enam dari wahyu
kenabian.
Adapun
jika Allah Taala menurunkan wahyu kepada para Nabinya itu dengan banyak cara,
antara lain: adakalanya cara isyaroh, adakalanya cara ghorizah, adakalanya cara
ru’yah (mimpi), adakalanya cara taskhir, adakalanya cara langsung masuk ke
dalam jiwa menjadi keyakinan tanpa huruf dan suara, adakalanya cara di balik
tabir, adakalanya cara perantaraan Malaikat yang dapat diketahui bentuk
Malaikatnya, dan lain-lain terserah kehendak Allah Ta’ala. Demikianlah yang
telah diterangkan oleh Almukarrom Bapak Kyai Moch.Muchtar Mu’thi dalam
pelajaran Tarikhul Anbiya’ jilid 1.
Mimpi
yang dialami para Nabi sebagai wahyu kenabian pun adakalanya tidak seperti
mimpi-nya manusia pada umumnya tetapi berupa ‘cahaya’, sebagaimana keterangan
berikut ini: “Sayyidatina A’isyah RA mengatakan bahwa wahyu yang diturunkan
pada masa-masa awal kepada Rosulullah SAW adalah mimpi yang baik, dan
Rosulullah tidak memimpikannya kecuali seperti cahaya di waktu subuh”.
Ada
banyak sekali kisah-kisah dalam al-Qur’an yang menceritakan tentang mimpinya
para Nabi, diantaranya sebagai berikut: Ru’yah atau mimpi Nabi Ibrahim AS.
Mimpi ini disebutkan dalam Surat Ash-Shoffat ayat 102-105.
Al-Qur’an
juga dengan jelas menerangkan tentang ru’yah atau mimpi yang terjadi pada kisah
Nabi Yusuf AS. Mimpi ini beda dengan apa yang dialami Nabiyullah Ibrahim AS,
karena mimpi yang dialami Nabi Yusuf merupakan mimpi sebagai tanda-tanda
turunnya kenabian kepada beliau: “(Ingatlah) ketika Yusuf berkata kepada
ayahnya: Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas buah bintang,
matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku.” (Surat Yusuf / ayat
4). Dan ternyata mimpi Nabi Yusuf itu menjadi kenyataan, yaitu setelah beliau berkuasa
di Mesir, saudara-saudara beliau dan orang tuanya datang berkunjung dan
menghormatinya
Bahkan
setelah diangkat menjadi Nabi, beliau Nabi Yusuf AS dianugerahi Allah Ta’ala
memiliki spesialisasi kemampuan mentakwilkan arti mimpi: “Dan demikianlah
Tuhanmu memilih kamu menjadi Nabi, dan diajarkannya kepadamu sebagian dari
ta’bir-ta’bir mimpi dan disempurnakannya nikmatNya kepadamu dan kepada keluarga
Ya’qub”. (Surat Yusuf / ayat 6).
Nabi
Muhammad SAW juga pernah bermimpi ketika kota Mekkah masih dikuasai kaum musyrikin
Quraisy, bahwa beliau mimpi pergi ke kota itu bersama kaum muslimin untuk
melakukan umroh, thowaf, sa’i dan bercukur. Nabi mengatakan bahwa mimpi beliau
itu akan terjadi nanti. Kemudian berita Ini tersiar di kalangan kaum muslim,
orang-orang munafik, orang-orang Yahudi dan Nasrani. Dan benar adanya bahwa
mimpi tu menjadi kenyataan yakni beberapa tahun kemudian beliau dan umat islam
dapat menguasai kota Mekkah seperti dalam mimpinya, ini diterangkan dalam
al-Qur’an:
“Sesungguhnya
Allah akan membuktikan kepada RosulNya tentang kebenaran mimpinya dengan
sebenarnya yaitu bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Harom,
insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan
mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa saja
yang tidak kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat”.
(Surat Al-Fath / ayat 27).
Tak
hanya para Nabi, para shahabat juga mengalami mimpi yang akhirnya terbukti
kebenarannya. Seperti mimpi Abu Bakar yang menaiki tangga bersama Rasulullah,
tetapi mereka berselisih dua anak tangga. Dalam takwilnya, Abu Bakar menyatakan
bahwa kematiannya akan datang dua tahun setelah Rasulullah, dan itu benar-benar
terjadi.
Shahabat
Bilal pernah bermimpi melafadzkan bacaan-bacaan adzan. Ketika melaporkannya
kepada Rasulullah SAW, beliau mengatakan bahwa mimpinya adalah benar. Dan sejak
saat itu bunyi bacaan yang dimimpikan shahabat Bilal ditetapkan oleh Rosulullah
menjadi bacaan-bacaan adzan hingga sekarang.*
(SISIPAN) CARA
MENDAPATKAN RU’YAH SHODIQOH
Ru’yah
shodiqoh datangnya dari Alloh SWT, jika ingin mendapatkannya haruslah bisa
menyesuaikan dengan ketentuan Alloh, diantaranya :
1.
Harus tekun ibadah, karena manusia
memang diciptakan untuk ibadah.
2.
Harus banyak ingat pada Alloh (dzikir).
Karena dengan banyak mengingat Alloh berarti banyak sadar akan Alloh, dan
dengan senantiasa sadar akan Alloh, berarti semakin dekat kepada Alloh. Dengan
semakin dekat kepada Alloh, maka lebih mungkin akan mendapat petunjuk dari
Alloh.
3.
Senantiasa membersihkan hati, baik dari
sifat buruk, maupun dari segala sesuatu lainnya Alloh. Kalau memungkinkan
melaksanakan teori tasawuf Kho’, Kha’, Jim (Takholli, Tahalli dan Tajalli).
Takholli adalah membersihkan hati dari semua sifat tercela, dari segala sesuatu
lainnya Alloh. Tahalli, mengisi hati dengan sifat terpuji, dan dzikir kepada
Alloh. Tajalli, hingga sampai bisa merasakan Alloh lebih jelas dari semuanya,
atau merasakan kehadirannya Alloh. Dengan ini, tambah lebih mungkin untuk bisa
mendapat petunjuk atau berita dari Alloh.
4.
Terhadap nafsu yang menguasai dirinya,
setidaknya ditingkatkan sampai bisa mencapai nafsu Mutmainah (nafsu yang sudah
tenang, tidak terpengaruh dengan dunia, bisa mendengarkan panggilannya Alloh).
Sebagaimana dalam al-Qur’an diterangkan : “Wahai nafsu yang tenang, kembalilah
pada Tuhanmu”. Dan untuk bisa mencapai nafsu Mutmainah, berarti harus bisa
melewati nafsu amaroh, lauwamah dan mulhimah. Setelah itu baru bisa mencapai
nafsu Mutmainah.
5.
Sebelum tidur, usahakan wudlu terlebih
dahulu, lalu baca doa sebelum tidur dan baca doa-doa. Kemudian perbanyak ingat
pada Alloh, mengistirahatkan ingatan atau perhatian terhadap dunia.
Syukur-syukur kalau bisa ingat terus pada Alloh selama tidur (hatinya tidak
tidur walau fisiknya tidur).