Mursyid Thoriqoh Shiddiqiyyah
Muchtarulloh Al-Mujtabaa menggelar safari Hubbul Wathon Minal Iman Almukarrom ke Makasar. Bersama keluarga, beliau menziarahi
para pahlawan besar beberapa tempat bersejarah. Perjalanan ke Makasar itu
berdasarkan ilham ruhi yang turun kepada Sang Musyid
TIAP
titah dan perilaku Sang Guru sarat dengan ajaran tasawuf. Apa yang beliau lakukan, beliau kerjakan dan beliau kunjungi patut
dijadikan renungan. Penuh
hikmah dan pelajaran berlapis-lapis. Kita berupaya mencerap, mengambil hikmah dan pelajaran dari safari ini.
Tak terkecuali
Safari Hubbul Wathon Minal Iman
di Makasar baru-baru
ini. Beliau bersama keluarga, para sang Kholifah Shiddiqiyyah dan
segenap jajaran pengurus Dewan Pimpinan Pusat Organisasi Shiddiqiyyah di tanah
Makasar pada Jumat 3 J Awwal 1439 H (20/01/18) yang lalu.
Selama 8 hari, beliau mengunjungi sejumlah kota.
Diantaranya, Kota Makasar, Barru, Parepare, Toraja, Singkang,
Bantimurung, Gowa. Beberapa makam auliya’ dan tempat bersejarah
beliau kunjungi
Diantaranya,
makam Pangeran Diponegoro. Pahlawan perang Jawa ini mengoncang Belanda hingga Inggris, hingga beliau diasingkan ke tanah Sulawesi hingga
akhirnya wafat di sana.
Sang Mursyid
beserta rombongan juga berziarah ke makam Sultan Hasanudin. Raja ke – 16 dari kerajaan Gowa ini terkenal akan kegigihannya
menentang monopoli perdagang rempah yang dilakukan oleh penjajah waktu itu.
Beliau
juga berziarah ke makam Syech Yusuf Tajul Kholwati, tokoh tasawuuf atau
juga dikenal dengan nama Syech Yusuf Al-Makasari. Syech Yusuf tak hanya
mendapat gelar pahlawan bangsa, namun juga mendapatkan sebutan dari Nelson
Mandela Presiden pertama Afrika Selatan sebagai Putra terbaik Afrika Selatan
yang banyak berjasa di Afrika.
Dalam kunjungan ziarah ini Sang Muryid bersama
keluarga dan rombongan juga menyampaikan kenang-kenangan foto monument Hubbul
Wathon Minal Iman, shodaqoh kitab
Suci Alqur’an dan sejumlah uang yang barokah di setiap makam auliya’ tersebut.*
Berangkat dari Ploso
Sang Mursyid berangkat dari Losari Ploso Kamis sore 2 J Awwal 1439 H (18/01/18). Rombongan bermalam di Hotel Swiss Bell In kawasan bandara Juanda
Surabaya untuk persiapan terbang ke
Makasar, keesokan harinya.
Sang Mursyid dampingi oleh Nyai Shofwatul Ummah
yang ada dalam satu mobil, diikuti oleh rombongan keluarga M Subchi Azal Ketua
Umum Opshid. Setelah itu, ada rombongan dari DPP Orshid tampak
Sekjend DPP Orshid Ummul Choironi bersama pengurus DPP Orshid yang lain, turut
pula Bapak Kholifah Tasrichul Adib
Aziz dan Bapak Kholifah M Shobari Hasan juga ikut dalam Rombongan
tersebut.
Terdapat
rombongan yang sudah berangkat dua hari sebelumnya. Yakni, rombongan
Drs Ris Suyadi, Ketua
Umum DPP Orshid. Rombongan ini menyiapkan
sarana dan prasarana acara safari Hubbul Wathon Minal Iman tersebut.
Mendarat di Bumi Makasar
Sang Mursyid berangkat melalui Bandar udara Juanda pada Jumat 2 J
Awwal 1439 H (19/01/18) pagi pukul 05.30 WIB. Pesawat transit di Jakarta
karena ada perubahan rute
dari pihak maskapai penerbangan. Pesawat mendarat di bandar udara
Sultan Hasanudin Makasar pada pukul 13.00 WITA. Rombongan lantas menuju hotel Swiss Bell In Makasar dan sampai pukul
16.00 WITA untuk beristirahat. Acara
safari Hubbul Wathon Minal Iman baru
dilakukan pada keesokan harinya.
Ziarah ke Makam Tiga Auliya’
Pada
hari pertama, Sabtu 3 J Awwal 1439 H (20/01/18), tujuan ziarah adalah tiga
tokoh besar auliya’ sekaligus
pahlawan besar bangsa Indonesia iniSyech Yusuf Tajul Kholwati, Sultan Hasanudin serta Pangeran Diponegoro.
Rombongan
Sang Mursyid beserta perwakilan
Orshid serta Lembaga Otonom hari pertama di Makasar terbagi menjadi dua mobil
dan satu bus yang sudah disiapkan oleh panitia dari DPP Orshid.
Tujuan ziarah
pertama makam Syech Yusuf Tajul Kholwati. Peziarah
membacakan doa-doa
khusus. Dalam ziarah itu Sang Mursyid beserta rombongan membaca beberapa surat
seperti dalam bacaan Doa Kautsaran. Juga beberapa doa dan bacaan khusus yang sebelumya sudah disiapkan
panitia dalam lembaran yang dibagikan.
“Membaca surat – surat yang ada di kautsaran terus,
baqiyyatush sholihah dan doa khusus,”
terang Risa, salah
satu staf kesekretariatan DPP Orshid yang ikut dalam
rombongan safari ini.
Ziarah dilanjutkan ke makam Sultan Hasanudin dan
Pangeran Diponegoro yang lokasinya tak begitu jauh dari makam Syech Yusuf. Rombongan melaksanakan Doa
Kautsaran.
Di ketiga makam waliyulloh pahlawan bangsa
ini, Sang Mursyid memberikan
kenang-kenangan berupa foto Monumen Hubbul Wathon Minal Iman di Pesantren
Majma’al Bahrain Hubbul Wathon Minal Iman Pusat. Selain itu, Mursyid juga menyerahkan shodaqoh berupa
uang untuk renovasi makam para pahlawan sebesar Rp 10 juta serta tambahan
Rp 480 ribu di masing-masing
makam dari peserta rombongan. Juga
shodaqoh berupa 10 mushaf Al – Quran yang merupakan
program baru Sang Mursyid diberikan ke masing-masing makam.
Ada sebuah keajaiban atas kedatangan rombongan dari
Jombang ini. Menurut salah satu anggota Patroli Pengawalan (Patwal) selama
beberapa bulan ini Makasar terus
diguyur hujan. “Tetapi, begitu rombongan ini sampai di Makasar jadi terang
benerang. Baru setelah beliau pergi hujan
lagi. Heran kami,” ujarnya sebagaimana ditirukan oleh Suhardono pengurus DPP
Orshid.
Mengunjungi Tanah Calon Jami’atul Mudzakkirin di Barru
Selepas kunjungan di tiga makam waliyulloh tersebut, hari Ahad pagi kunjungan Safari Hubbul Wathon
Minal Iman menuju Parepare. Jarak antara Kota Makasar ke Parepare sekitar
150 km. Dalam perjalanan ke Parepare itu Sang Muryid sekaligus mengadakan
kunjungan ke tanah calon Jami’atul
Mudzakkirin di Kabupaten Barru Daerah
Tingkat II di provinsi Sulawesi Selatan.
Dalam
acara kunjungan tersebut Beliau Mursyid juga menghendaki untuk membeli tanah
yang kira – kira luasnya 1 Ha guna dijadikan pesantren didaerah Gowa. Dan hal
itu langsung disampaikan oleh Sang Mursyid kepada Bapak Rian yang juga memiliki
tanah di Gowa, yang saat itu kebetulan ikut dalam kunjungan Beliau ke tanah
Jaami’atul Mudzakkirin yang ada di Kabupaten Baaru ini.
Usai meninjau
lokasi, Sang Muryid
memberikan doa dan menerima jamuan. Setelah itu, beliau melanjutkan perjalanan.
Warga Shiddiqiyyah di Parepare dan sekitarnya
memberikan sambutan yang tulus dan hangat dalam kunjungan ini. Beliau bermalam di Parepare.
Menurut
catatan sejarah Kabupaten Barru dahulu sebelum terbentuk adalah sebuah kerajaan
kecil yang masing-masing dipimpin oleh seorang raja, yaitu: Kerajaan Berru
(Barru), Kerajaan Tanete, Kerajaan Soppeng Riaja dan Kerajaan Mallusetasi.
Melihat Kerajinan Tenun Khas Makasar
Perjalanan dari Parepare dilanjutkan ke Sengkang
yang merupakan Ibu Kota Kabupaten Wajo. Letaknya
kurang lebih 250 km dari Makassar Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan atau 85 km dari Parepare. Di Kabupaten Wajo, Sang Muryid melihat langsung
pusat kerajinan kain tenun
khas Makasar itu.
Sutera sengkang adalah kain tenun khas Makasar yang
melegenda hingga mencanegara dengan aneka motif yang cerah. Dalam
bahasa lokal (Bugis) sutera disebut dengan "Sabbe", pembuatan benang
sutera menjadi kain sarung sutera ini masih menggunakan gedogan peralatan yakni
tenun tradisional.
Ternyata Sang Mursyid punya kenangan
tersendiri terkait kain tenun Makasar ini. Dikisahkan, dahulu di wilayah Ploso
yang punya kain seperti ini hanyalah Haji Abdul Aziz ayah dari Kholifah
Tasrizul Adib Aziz juga putra dari Haji
Abdul Mu’thi, ayah beliau.
Pada
zaman itu harga satu helai kain tenun ini seharga dua ekor sapi di Ploso. Untuk
menguji keaslian kain tenun ini menggunakan paku besi. “Jadi kalau kain ini disabetkan pada sebuah
paku, bukan kainnya yang robek tapi pakunya yang patah,” terang Suhardono
berdasarkan cerita Sang Mursyid dalam kunjungan itu.
Almukarromah
Nyai Shofwatul Ummah beserta rombongan memborong kain tenun itu.
Kharisma Sang Mursyid membuat juragan si pengrajin terpesona. Akhirnya Haji
Baji yang pernah memperoleh penghargaan tenun dari Presden Susilo Bambang
Yudoynono inipun ber–shiillaturrohmi pada Sang Muryid di hotel. Dalam shillaturrohmi itu, Haji Baji menyampaikan, jika di
daerah Wajo ada makam Syech Jamaludin Al Akbar. Sang Mursyid berkehendak untuk berziarah ke makam waliyulloh yang dikenal dengan sebutan Jumadil Kubro ini.
Berziarah ke Makam Syech Jumadil Kubro
Selasa pagi,
rombongan melanjutkan Safari Hubbul Wathon Minal Iman ke Bantimurung Kabupaten
Maros. Kali ini perjalanan mengarah kembali ke Makasar. Jarak antara Kota Maros ke Kota
Makassar hanya sekitar 44 km. Dalam perjalanan ini Sang Mursyid sempat singgah
berziarah ke makam Syech Jumadil Kubro di Kabupaten Wajo seperti yang
diceritakan oleh Haji Baji. Sang Mursyid menyerahkan shodaqoh Rp 2,5 juta.
Sampai di Bantimurung waktu sudah agak sore, Sang Mursyid berserta
keluarga dan rombongan bermalam di hotel Maros.
Ke Situs Pra Sejarah Taman Leang Leang
Rabu pagi, Mursyid ke kawasan
konservasi kupu-kupu dalam kompleks Bantimurung. Dalam kunjungan itu, beliau
menghendaki kupu-kupu kuning, kombinasi hitam, ungu dan hijau (spesies khusus
dari Papua).
Setelah itu, beliau berkunjung ke taman
Leang Leang sebuh situs
peninggalan prasejarah yang terletak di Kelurahan
Leang-Leang, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Dalam bahasa Makassar, ‘Leang’ artinya goa serupa dengan kata liang yang
artinya lubang. Taman Leang Leang berupa pegunungan cadas (karst) yang berumur ribuan tahun dan diakui
sebagai kawasan karst terbesar kedua di dunia. Meliputi area seluas 43.750
hektar dengan 286 goa dan lebih dari 30
goa prasejarah.
Konon menurut legenda kuno, sejarah Leang leang
yang berusia ribuan tahun ini bisa jadi
terkait adanya manusia yang berasal dari langit turun ke bumi yang bernama To
Manurung. Ia turun membawa segala
kebesaran, kehormatan, dan kesaktiannya. Menurut riwayat kuno itu, daratan
Sulawesi mengalami tiga kali kedatangan To Manurung. Mula-mula menjejakkan kakinya
di daratan Sulawesi ialah “Tamboro Langi”. Tomboro Langi kemudian
memproklamirkan diri sebagai utusan dari langit untuk memimpin manusia.
Tamboro Langi kawin dengan Tande Bilik, yaitu seorang gadis yang muncul dari
busa air Sungai Saddang. Puteranya yang sulung bernama Sandoboro, beranakkan La
Kipadada. La Kipadada inilah yang membangun tiga buah Kerajaan besar, yakni: di
Ronjong asal mula Kerajaan Toraja, di Luwu asal mulanya Kerajaan Bugis, dan di
Gowa asal mulanya Kerajaan Makassar. Kita tidak bisa memastikan benar tidaknya
legenda ini, namun menurut sumber dari peserta rombongan dalam kunjungan ke
Leang leang ini Sang Mursyid sempat sedikit menyingung soal manusia sebelum
Nabi Adam yang dikatakan Sang Muryid ada 30 adam.
Keajaiban di Bukit Malino
Sang Muryid bersama rombongan melanjutkan
perjalanan ke bukit Malino. Bukit yang
terletak di Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan ini memiliki keindahan alam luar
biasa.
Sampai di Malino waktu sudah agak sore. Seperti biasa di daerah perbukitan itu kabut tebal menyelimuti. Jarak pandang tak lebih dari sepuluh meter.
Beberapa awak rombongan hendak mengambil gambar, tapi tidak terlihat jelas.
Namun muncul sebuah keajaiban. Begitu Sang Muryid berdoa, awan dan kabut langsung menyingkap diikuti
angin kecang. Pandangan menjadi terang. Pengambilan gambar dokumentasi terlihat
jelas. “Seperti fajar menyingsing,” aku pengurus DPP Orshid Suhardono. Dari Malino Kabupaten Gowa dilanjutkan
perjalanan kembali ke Makasar.
Melihat Penjara Diponegoro di Benteng Rotterdam
Terakhir
kunjungan Safari Hubbul Wathon Minal Iman Shiddiqiyyyah Sang Muryid di Makasar
tertuju di museum La Galigo, Benteng
Rotterdam. Beliau juga melihat penjara Pangeran Diponegoro yang terletak di Jl.
Ujung Pandang No. 1 Kota Makasar. Benteng Rotterdam adalah bangunan berbentuk Penyu, peninggalan kolonial. Bangunan ini
sekarang digunakan untuk Museum La Galigo. Di samping museum ada ruangan yang pernah
dipakai sebagai penjara Pangeran Diponegoro.
Museum yang
didirikan pada tanggal 1 Mei 1970 ini memiliki koleksi sebanyak kurang
lebih 4999 buah yang terdiri atas koleksi prasejarah, numismatik, keramik
asing, sejarah, naskah, dan etnografi. Koleksi etnografi terdiri atas berbagai
jenis hasil teknologi, kesenian, peralatan hidup, serta benda lain yang dibuat
dan digunakan oleh suku Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja. Museum juga
memiliki benda-benda yang berasal dari kerajaan-kerajaan lokal dan senjata yang
pernah digunakan pada saat revolusi kemerdekaan. Di samping museum ada ruangan yang pernah dipakai sebagai penjara
Pangeran Diponegoro. Sang Mursyid bersama rombongan juga melihat bekas penjara
Diponegoro dimana beliau dalam pengasingan itu berhasil menyusun kitab Babat
Diponegoro diakui sebagai karya yang mendunia.***
Kembali ke bumi
Losari
Hari Sabtu pagi, Sang Mursyid bersama rombongan dari Makasar kembali ke Ploso, Jombang Jawa Timur. Dalam perjalanan dari bandara Juanda beliau
berkehendak mengunjugi Jami’atul Mudzakkirin Sidoarjo.
Selama dalam kunjugan Safari Hubbul Wathon Minal
Iman di Makasar ini Sang Mursyid thoriqoh Shiddiqiyyah Syech Muchtarulloh
Al-Mujtaba tampak senang dan bahagia, menurut sang Kholifah Dasaad Gustaman
beliau suatu saat nanti beliau akan kembali berkunjung kesana. *"Jadi
dimakasar atau sulawesi selatan ini banyak yang menarik perhatian Beliau
Mursyid makanya Beliau bilang akan sering sering kesini kata beliau
begitu,"* tutur sang Kholifah dalam
sambutan di Jami’atul Mudzakkirin Sidoarjo.
Menurut Sekjen DPP Orshid Ummul Choironi berdasarkan
penuturan Sang Muryid. Ada beberapa hal yang melatar belakangi kunjungan beliau
ke Makasar ini.
Pertama terkait pendirian bangunan Monumen Hari
Santri dan pengumuman Hari Santri sudah
ditunggu-tunggu Sang Mursyid selama 20 tahun.
Kedua, juga
terkait adanya ilham ruhi
yang turun kepada Sang Musyid dalam surat Al Hasyr, dalam ayat itu ada isyarah
Makasar. Makasar artinya menggiring, menggiring ke Makasar.
Tiga, mengingat Kitab Sulam karya Syeikh Yusuf
Tajul Kholwati yang digeledah Belanda karena berhasil membangunkan jiwa
pergerakan nasional, kemudian makam beliau
dipindah dari Afrika ke Makasar atas permintaam Sultan Abdul Jalil. Daya taqwa, karomah yang abadi dari beliau.
Terkait juga adanya kitab Babat
Diponegoro diakui sebagai oleh UNESCO
sebagai warisan sejarah dunia kitab tersebut disusun oleh Pangeran Diponegoro
di Makasar. Disamping itu pembela sekaligus Penasehatnya Yayan Pendidikan
Shiddiqiyyah adalah Bapak Ghofar Gustaman juga orang Makasar. Begitu juga
saudara Muin juga orang Goa Makasar yang sekretaris pertama Yayasan Pendidikan
Shiddiqiyyah dan penghubung ke notaris juga orang Makasar.
Kita semua senantiasa bersyukur dan bahagia
perjalanan Safari Safari Hubbul Wathon Minal Iman Shiddiqiyyyah Sang Muryid
Thoriqoh Shiddiqiyyah bersama keluarga juga didikuti beberapa kholifah
Shiddiqiyyah, sang Kholifah Tarsichul Adib Aziz, sang Kholifaah Shobari
Hasan, sang Kholifah Dasaad Gustaman serta segenap jajaran pengurus DPP
Orshid, JKP Hajarulloh Shiddiqiyyah dan lembaga otomon Shiddiqiyyah berjalan
penuh Berkat Rahmat Alloh dan bermanfaat untuk semua ummat.
Semoga kita
sebagai murid Shiddiqiyyah bisa memetik hikmahnya walau hanya setetes, untuk
perjuangan Shiddiqiyyah manunggalnya keimanan dan kemanusiaan yang besar dan mulia.
***
Kisi Kisi
Daftar nama-mana peserta rombongan
1. Almukarrom Bapak Kyai Moch Muchtar Mu’thi
2.
Almukarrom Ibu Nyai Shofwatul Ummah
3.
Bpk Moch Subchi Azal
4.
Bpk Soebari Hasan
5.
Bpk T.Adib Aziz
6.
Bpk Dasa’ad Gustaman
7.
Bpk Mustain Karim
8.
Bpk. Ris Suyadi
9.
Dhiyaul Muttaqin
10. Nur
Aisah
11. Dedi
Purnama
12. Windu
Haribadi
13. Bambang
Budiarso
14. Ummul
Choironi
15. Ristiono
16. Mulyani
Ristiono
17. Nugraheni
18. Ruseno
19. Mustakim
20. Heri
Ismanto
21. Fatchur
Rohman
22. Fatwa
Hariwati
23. Suhardono
24. Makrub
25. Samidi
26. Tuti
Eltiati
27. Yanti
Isnahwaty
28. Nelly
Irawati
29. Andriani
Nila
30. Pranoto
31. Hendro
32. Haryo
Sumantri
33. Edi
Setiawan
34. Ismu
Syamsudin
35. Ismu
Zulfikar
36. Herlina
37. Danudi
38. Tries
Edi
39. Joko
Herwanto
40. A.
Chozonudin.
41. Sutrisno
42. Risa
Ekowati
43. Ikhwatul
Isro
44. Haqqin
Nazili
45. Neneng
Kusumaningrum
46. Risa
Fauziyyah
Rute Perjalanan Beliau
1. Jumat
2 J Awwal 1439 H (19/01/18) Sang Mursyid berangkat dari Juanda Surabaya pada
pagi pukul 05.30 WIB sampai Bandar udara Sultan Hasanudin Makasar pada pukul
13.00 WITA menuju hotel Swiss Bell In Makasar
2.
Sabtu 3 J Awwal 1439 H (20/01/18) Robongan Sang
Mursyid mengadakan perjalan ketiga makam pahlawan Syech Yusuf Tajul Kholwati, makam Sultan
Hasanudin dan Pangeran Diponegoro
3.
Ahad 4 J
Awwal 1439 H (20/01/18) melanjutkan
perjalanan ke Parepare dan kunjungn ke Jami’atul Mudzakkirin di di Kabupaten
Barru provinsi Sulawesi Selatan.
4.
Senin 4 J
Awwal 1439 H (20/01/18) dilanjutkan ke Sengkang Kabupaten Wajo melihat
kerajinan kian tenun khas Makasar. Sang Mursyid juga
menyampaikan ingin membeli tanah di Wajo untuk pembanguan pesantren
5. Selasa melanjutkan
perjalanan ke Bantimurung Kabupaten
Maros. Sampai di Bantimurung bermalam di hotel Maros.
6.
Rabu berkunjung ke taman Leang leang sebuh situs peninggalan
prasejarah
7. Kamis
perjalanan ke bukit Malino keindahan alam yang luar biasa yang terletak di
Tinggimoncong, Gowa, Sulawesi Selatan
8.
Jumat Terahir kunjungan di Makasar tertuju
di museum La Galigo, Benteng Rotterdam
dan juga melihat penjara Pangeran Diponegoro
9. Sabtu
pagi Sang Mursyid bersama rombongan dari Maksar kembali ke Pusat Jombang Jawa
Timur dan mengunjugi Jami’atul Mudzakkirin Sidoarjo.