Tawakkal kepada Alloh, berserah diri kepada Alloh bukanlah ibadah akhir. Setelah manusia berusaha dengan sungguh-sungguh dan belum berhasil, lantas dia berkata, saya sudah berusaha sekarang saya berserah diri kepada Alloh. Hal seperti ini bukanlah tawakkal.
ALMUKARROM Mursyid Thoriqoh Shiddiqiyyah dalam sebuah pengajian pernah menerangkan bahwa tawakkal itu bukanlah ibadah pucuk, ibadah akhir setelah manusia berikhtiyar. Tetapi tawakkal itu sejak awal bersamaan dengan ikhtiyar. Berikhtiyar dan berjuang sungguh-sungguh serta dalam hati bersandar kepada Alloh, berharap Berkat Rahmat Alloh yang Maha Kuasa.
Tawakkal berasal dari kata at-tawakul dari kata wakala yang artinya menyerahkan, mempercayai, atau mewakilkan, bersandar kepada dinding. Tawakkal berarti menampakkan ketidakberdayaan serta menyandarkan diri kepada selainmu. Asal makna tawakkal adalah al-i’timaad artinya bersandar. Jadi pengertian tawakkal secara istilah adalah rasa pasrah hamba kepada Alloh yang disertai dengan segala daya dan upaya mematuhi, setia dan menunaikan segala perintah-Nya. Tawakkal bukan bersandar tanpa melakukan ikhtiyar, karena tawakkal adalah ibadah bathin bukan ibadah dhohir.
Sebagian orang ada menganggap bahwa tawakkal adalah sikap pasrah tanpa melakukan usaha sama sekali. Rasulullah perah memberikan contoh bahwa yang demikian bukanlah tawakkal. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Al Hakim. Dari Umar bin Al Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya kalian betul-betul bertawakkal pada Alloh, sungguh Alloh akan memberikan kalian rezeki sebagaimana burung mendapatkan rezeki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.”
Tidak akan kita temukan seekor burung diam saja dan mengharap makanan datang sendiri. Rasulullah memberikan permisalan ini. Jelas sekali bahwa seekor burung pergi untuk mencari makan, namun seekor burung keluar mencari makan disertai keyakinan akan rizki Alloh, maka Alloh Ta’ala pun memberikan rizki-Nya atas usahanya tersebut.
Jadi menjalankan tawakkal tidaklah berarti seseorang harus meninggalkan sebab atau sunnatullah yang telah ditetapkan dan ditakdirkan. Karena Alloh memerintahkan kita untuk melakukan usaha sekaligus juga memerintahkan kita untuk bertawakkal. Oleh karena itu, usaha dengan anggota badan untuk meraih sebab termasuk ketaatan kepada Alloh, sedangkan perasaan bathin kesadaran hati bertawakkal yang merupakan keimanan kepada Alloh.
Lebih rinci Imam Al-Ghazali Kitab Minhajul ‘Abidin membagi tawakkal itu digunakan dalam tiga tempat:1) Tawakkal kepada keputusan Alloh. Maksudnya, engkau harus memiliki keyakinan penuh dan merasa puas dengan keputusan apa pun dari Alloh. 2) Tawakkal kepada pertolongan Alloh. Engkau harus bersandar dan percaya penuh pada pertolongan Alloh Azza wa Jalla. Jika engkau menyandarkan diri pada pertolongan Alloh dalam dakwah dan perjuangan bagi agama Alloh, maka Alloh pasti akan menolongmu.
3) Tawakkal berkaitan dengan pembagian rezeki yang diberikan oleh Alloh. Engkau harus yakin bahwa Alloh Azza wa Jalla akan mencukupi nafkah dan keperluan kita sehari-hari.
Dan hanya kepada Alloh hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS al-Mâidah ayat 3) “Dan barangsiapa bertawakkal kepada Alloh, niscaya Alloh akan mencukupkan (keperluan)-nya.” (QS Ath-Thalaq ayat 3).
Majmaal Bahrain, dhohir bathin, ikhtiyar dengan sungguh-sungguh serta didalam hati dan iman berserah diri hanya kepada Alloh semata, itulah yang dinamakan tawakkal berdasarkan pemahaman ajaran dalam Thoriqoh Shiddiqiyyah.*ad