Ada hal istimewa di Taman Thoriqoh
Shiddiqiyyah Kabuh, Jombang. Hanya orang istimewa yang bisa ‘melihatnya’.
PASTI ada getaran yang bisa dirasakan ketika memasuki
kompleks Taman Thoriqoh Shiddiqiyyah Kabuh. Namun, menurut Mursyid Thoriqoh
Shiddiqiyyah Syech Muchtarullah Al-Mujtabaa, getaran ini hanya bisa dirasakan oleh orang
tertentu.
“Diantara bukti –
bukti Yaa dullohi alal jama’aah. Jika
orang masuk di komplek ini, dan bagi orang yang berfikir panjang pasti
terbelalak. Kecuali berpikiran pendek tidak akan terbelalak. Dan pikiran pendek itu pikiran yang
dipengaruhi panca indra,” kata Sang Mursyid, saat peringatan Mauludin Nabi
Muhammad SAW dan Haul Kyai Achmad Sanusi Tamriz Abdul Ghofar dan Mbah Demang, Sabtu 20 R. Awwal 1439 H
(09/12/17) di Taman Thoriqoh
Shiddiqiyyah Kabuh Jombang.
Apa yang menjadikan mereka terbelalak? Menurut Sang Mursyid, keberadaan monumen Gurindam 12 yang letaknya, ketika masuk komplek ini di sebelah kanan. Pencipta Gurindam
12 adalah ulama tasawuf. Gurindam 12 itulah yang menjadikan bahasa Melayu lolos
menjadi bahasa persatuan pada tahun 1928.
“Karena bahasa induk
Bangsa Indonesia ini ada 57, lalu disaring-saring mencari bahasa persatuan
akhirnya bahasa Melayu menjadi bahasa negara. Diantara sebabnya adalah Gurindam 12,” ujar beliau.
Gurindam 12 ini sudah diajukan oleh Indonesia ke UNESCO, supaya menjadi
memory dunia atau pengingat dunia. Gurindam 12 diharapkan bisa masuk ingatan dunia sebagaimana naskah Negara
Kertagama serta Babad
Diponegoro.
Monumen Gurindam 12 di Kabuh ini bahkan lebih baik
daripada bangunan serupa di Pulau
Penyengat. “Inipun diantara
keajaiban Yaa dullohi alal jama’aah.”
Hal kedua yang membuat orang terbelalak ketika masuk
komplek ini adalah keberadaan 45
gubug. Tiap – tiap gubug ada nama kabupatennya, termasuk
gubuk luar negeri, Malaysia. “Ini kan aneh dan bagaimana
sejarahnya. Di sini saya tidak akan
mengungkap sejarahnya,” tutur
beliau.
Yang jelas, kawasan Taman Thoriqoh Shiddiqiyyah ini masuk
dua desa Desa Kauman
dan Desa Genengan Jasem. Tiap
– tiap bangunan dinamakan kabupaten – kabupaten. Sudah berapa provinsi yang
dibangun disini. “Ada Bali,
ada Banyuwangi dan sampai Malaysia saja membangun disini. Ini namanya rajutan
nusantara atau nusantara dirajut,”
papar beliau,
Hal ketiga yang bisa membuat
mata terbelalak adalah areal yang dipagar dengan tembok keliling. Semua orang dilarang masuk. Di dalamnya, ada pohon Kenongo Cino yang menanam Waliyulloh Achmad
Sanusi Tamriz Abdul Ghofar. Makam Mbah Sanusi terletak di belakang Taman
Thoriqoh Shiddiqiyyah, Kabuh.
Ada keanehan di balik
sejarah berkembangnya pohon Kenongo Cino ini. Dahulu, pohon ini ada ditengah – tengah kampung
Kauman dan tidak bisa berkembang.
Tapi, Sang Mursyid menghijrahkan dekat makam Mbah Sanusi, alhamdulillah berkembang. Bahkan, pohon itu kini sudah tersebar ke seluruh Indonesia
termasuk dibawa ke Malaysia.
“Jadi satu pohon
sudah menjadi pohon nasional. Dan kampung ini sudah dikenal secara nasional.
Kampung Kauman dan Genengan Jasem. Maka namanya itu Sekaru,” ujar beliau.
Sang Mursyid mengisahkan
sejarah nama Sekaru. Sekaru
itu mempunyai dua sisi makna, yang pertama makna negatif dan yang kedua maknanya positif. Mulanya, Sang Mursyid
mendapatkan kisah dari namanya Pak Lurah Mus. Konon, dahulu ada dua orang berkelahi, sama-sama sakti dan sama-sama mati. Menurut Sang Mursyid, ini makna negatif.
“Kalau saya
mengartikan Sekaru itu ulama’ dan umara’. Karena Kyai Achmad ini ulama’ dan Mbah Demang itu umara’. Ini ada
hadistnya Silfanu minannasi idza solaha
solaha nass, wa idza fasadats fasadats nass, al ulama wal umaraa’. Ada dua
golongan jika golongan itu baik masyarakat manusianya menjadi baik. Dan jika
dua golongan itu buruk masyarakat manusianya menjadi buruk pula. Mereka ulama’
dan umara’,” tutur Sang Mursyid.
Aspirasi dari hadist itu disusun oleh Sunan Kalijaga menjadi syair Lir
– ilir. Jadi syair Lir – ilir itu sumbernya dari hadist. Tapi sekarang ini
Fatayat – fatayat banyak yang tidak
hafal, malah yang hafal para sinden. Ini aneh, ini padahal itu sumbernya dari
hadist. Fatayatnya tidak hafal, Muslimatnya pun tidak hafal tapi sindennya
hafal. Itu pendidikan yang sangat mendalam.
Hal yang membuat terbelalak
lagi adalah Sang Mursyid cucu buyutnya Kyai Achmad
Sanusi yang mempunyai kenangan pohon Kenongo Cino. Mengapa Kenongo Cino? Kenongo itu kenangan.
Kenangan suci. Suci niatnya. Suci maknanya untuk kenangan suci.
“Kemudian saya pikir
apa ini ada hubungan dengan Hadist Nabi Uthlubu
ilma walau bi shin. Carilah ilmu walaupun di negeri shin. Shin itu sekarang
kota Shi an dan orang Arab menyebutnya Shin,” ungkap Sang Mursyid.
Di Shi An, di Tiongkok, lanjut beliau, memang penduduknya mayoritas muslim. Sang Mursyid pernah mengunjungi Shin An. Bertemu dengan ulama’ – ulama’nya.
Disitulah awal jalan sutra. Dan ada masjid yang usianya sudah 1000 tahun, namun kondisinya masih bagus.
Pada tahun 2005, Sang Mursyid berkesempatan safari Hubbul Wathon Minal Iman serta safari keimanan dan kemanusiaan ke
14 negara. Saat singgah di
Thailand, beliau heran, banyak tempat
ibadanya agama Budha yang megah
– megah.
“Saya tanya kepada
orang Thailand, sejak kapan membangun tempat ibadah semegah ini? Jawabnya, sejak mendapat restu dari
Majapahit. Saya kaget kok menunggu restu Majapahit? Katanya disini
dahulu adalah wilayahnya Majapahit.”
Kawasan Majapahit itu
sangat luas, lebih luas dibanding sekarang ini. Begitu hebatnya Indonesia, setelah Sang Mursyid membanding – bandingkan dengan negara lain, seperti di Timur Tengah, di Negara Budha
sampai di Ibu Kota Israel Tel Alviv. “Saya pikir tidak ada negara
yang mampu menandingi kehebatan dan keindahan Indonesia,” ujar beliau.
Jadi kita harus bersyukur kapada Alloh SWT kalau kita ini sudah diberi
tanah air yang seperti surga dunia ini. Maka dari itu saya tekankan pada semua
murid – murid Shiddiqiyyah. Cinta tanah air itu wajib bukan sunnah. Qola Rosululloh SAW : Hubbul Wathon Minal
Iman.
Jadi, menurut Sang Mursyid, cinta tanah air wajib ain.
Karena tanah air ini perwujudan dari cinta Alloh kepada kita. Jadi di belakang ini ada cinta Alloh kepada Bangsa
Indonesia. “Kalau tidak ada
cinta Alloh kepada Bangsa Indonesia apa mungkin kita diberi tanah air seindah
ini,” jelas beliau.
Jadi, kalau kita
cinta tanah air, cinta kita akan bertemu dengan cinta Alloh, cinta yang Baqo. Disitu kalau kita betul – betul cinta tanah air bukan
cinta palsu, akan timbul keajaiban – keajaiban di
Indonesia ini.
Negara kesatuan itu negara
yang satu dari jatidiri negaranya sendiri bukan satu dari luar. ”Kalau kita betul – betul cinta kepada
tanah air kita, cinta kepada Bangsa Indonesia, cinta kepada NKRI saya yakin
tidak akan bisa Indonesia dipecah – pecah menjadi beberapa negara. Walaupun
sudah ada rencana dari orang luar akan memecah Indonesia, tapi saya yakin tidak
akan bisa,” pungkas Sang Mursyid.*