Alloh Ta’la Dzat Yang Maha
Mulia, memulikan manusia. Maka manusia tidak boleh meremehkan sesama manusia
dalam hal apapun. Inilah pesan Sang Mursyid di Jember
LAYAKNYA sebuah pagelaran di lapangan besar, di
lahan yang luas dan datar itu berdiri beberapa tenda dan panggung. Di pojok
depan ada dua tenda besar, di sebelah kanan pintu masuk ada tenda sedang dan
panggung. Sedangkan di area pojok kiri ada tenda lagi yang lebih luas layaknya
tribun undangan. Inilah kesan pertama saat Al-Kautsar Dhibra menginjak areal
tanah yang akan dibangun gedung Jaami’atul Mudzakkirin di Kabupaten Jember ini,
seiring antusias warga Shiddiqiyyah menyambut kedatang sang maha Guru.
Udara siang di Rabu 21 J. Awwal 1439 H (7/02/18 M)
itu memang terasa sangat panas, namun ketika sang Guru agung tiba, Syech
Muchtarulloh Al – Mujtabaa turun dari bus Jaami’atul Mudzakkirin mendung
langsung menyapa, seraya senyuman yang tersungging dari sang agung, semua serasa
menjadi sejuk.
“Secara singkat mauidhotul hasanah atau pitutur
luhur saya ini hanya menyampaikan makna dua kalimat tidak lebih dari dua
kalimat,” buka Sang Mursyid mengawali kunjungan bersejarah itu. Nomer satu
kalimat jem, dua kalimat ber, dua kalimat bila ada ini menjadi
Jember, yang tak lain kabupaten yang sedang beliau kunjungi.
Bagi kami makna “Jem” itu hijau dan hijau itu
lambang hidup dan kehidupan baik di dunia maupun di akhirat. Dua “ber” itu
makna bersih, berkembang. Hidup dan kehidupan yang bersih itu, itulah diantaranya
tujuan hidup manusia sebagaimana tersebut di dalam Al-Qur’an: Wamaa khlolaqtul jinna wal insa illa
liya’buduun,” papar Sang Mursyid.
Manusia
harus memuliakan manusia
Setelah menjelaskan tentang Jember, Sang Mursyid
menjelasakan soal posisi manusia, agar kita semua sadar bahwa kita adalah
makhluk mulia yang dimuliakan Alloh Ta’ala. Alloh Maha Mulya, bukan mulya tapi
Maha Mulya. Dan bukan hanya Maha Mulya, tapi Alloh Yang Maha Mulya itu
memulyakan manusia.
Bukti pertama Alloh sangat memuliakan manusia bisa
dilihat dari persiapan yang Alloh tunjukkan ketika manusia belum diturunkan ke
Bumi. Kurang beberapa juta tahun manusia hadir di bumi ini semuanya sudah dipersiapkan
oleh Alloh Ta’ala. Dipersiapkan langit, dipersiapkan dateng bumi, dipersiapkan
matahari, dipersiapkan bulan, bintang. Dipersiapkan malam, dipersiapkan siang,
dipersiapkan udara, dipersiapkan lautan dan lain-lainnya. “Semuanya itu dipersiapkan
untuk manusia, untuk menghormati manusia, ini pertama,” tutur Sang Mursyid.
Yang kedua, si manusia itu sendiri diciptakan menjadi
makhluk termulya tidak ada bandingannya. Seluruh isi alam semesta harus
mengabdi kepada manusia bukan manusia mengabdi kepada alam. Asal dari setetes
air kemudian dalam sembilan bulan, lalu jadi manusia kemudian ia diberi akal,
pikir, panca indra dan bisa membuat segala macam-macamnya. Membuat kota, membuat
makanan dan macam-macam, padahal asalnya itu hanya setetes air, lainnya makhluk
tidak ada. “Ini kemulyaan cara Alloh Ta’ala memulyakan manusia,” ingat Sang
Mursyid lagi.
Tak cukup sampai disitu Alloh memuliakan manusia,
Alloh Ta’ala juga mengutus 124 ribu Nabi dan 104 Kitab Suci sebagai pengingat
dan pembimbing agar manusia itu tahu mana yang baik dan buruk atau mana yang haq dan yang batal.
Sang Mursyid secara tidak langsung, lantas
memberikan tugas kepada kita untuk berfikir dan merenung “Bagaimana kita yang
sudah dimulyakan oleh Alloh Ta’ala, apakah kita tidak patut memulyakan Alloh?
Mengagungkan Alloh? Menyembah Alloh? Jadi Alloh sendiri sudah memulyakan itu.
Para malaikat pun diperintah untuk sujud kepada Adam, toh Adam manusia,” ungkap
beliau.
“Kita tidak boleh menghina dan meremehkan sesama
manusia dalam hal apapun. Tapi sebagai sesama manusia kita harus saling tolong
menolong, hormat menghormati, ingat mengingatkan karena Alloh saja memuliakan
manusia, maka sepantasnya kita juga saling memulikan,” tegas Sang Mursyid lagi.
Terkait memuliakan sesama manusia ini juga bagian
pokok dari ajaran Thoriqoh Shiddiqiyyah, sebagaimana tersebut di dalam 8
Kesanggupan warga Thoriqoh Shiddiqiyyah, harus bakti kepada sesama manusia
artinya tolong-menolong, syukur-mensyukuri sesama manusia. Dalam hadits Rosululloh
bersabda, Barangsiapa yang tidak syukur
kepada sesama manusia dinilai tidak syukur kepada Alloh. Bagaimana hebatnya
tidak syukur kepada sesama manusia dianggap tidak syukur kepada Alloh.
“Itulah pesan saya kepada semua warga Shiddiqiyyah,
harus hormat menghormati, harus maaf- memaafkan, harus tolong-menolong,” tegas
Sang Mursyid keambali. Seperti dalam
surat Al – Hujarat ayat 13. Sesungguhnya paling mulya-mulyamu bagi Alloh yang
taqwa. Jadi letak kemulyaan manusia bagi Alloh Ta’ala itu terletak di taqwanya
bukan jenis kulit, bukan jenis kebangsaan.
Jember, dua kata jem artinya hijau dan hijau itu lambang kehidupan, ber makna bersih. Hidup yang bersih, saling
hormat-menghormati, saling maaf-memaafkan, saling tolong-menolong. Sebagaimana
harapan Sang Mursyid pada semua warga Shiddiqiyyah.*