Beranda Berita Daerah Bahu Membahu Perbaiki Musholla Kuno

Bahu Membahu Perbaiki Musholla Kuno

""

Iklan Majalah Al Kautsar

Warga Shiddiqiyyah di pulau Bali bergotong
royong memperbaiki
musholla
tua
di Buleleng
.
Sudah
100 tahun tak dibenahi.

Kerukunan
antar  umat beragama  di Indonesia sebenarnya sudah menjadi warisan
leluhur bangsa.
Kerukunan ini
tampak
di Dusun 
Yehmumbul Desa Pegayaman Kecamatan Sukasada Buleleng Bali. Warga hidup
rukun berdampingan meski berbeda keyakinan.

Di dusun tersebut terdapat musholla tua. Kondisinya
memprihatinkan. Konon, sudah 100 tahun tak dibenahi. Musholla ini diketahui
warga Shiddiqiyyah Bali, ketika pembangunan Rumah Layak Huni, yang letaknya tak
jauh dari musholla.

Atas bimbingan dan arahan
dari sang Kholifah
Ahcmad Banadji warga Shiddiqiyyah Bali mengadakan renovasi
pembangunan musholla kawasan muslim itu.
“Kira-kira sudah
100 tahun musholla itu belum pernah diperbaiki, atas petunjuk Bapak Kholifah
kita melangkah,” kata Mustadji Ketua DPW
Orshid Bali.

Relawan ShiddiqiyyahHalim, Pujianto, Anwar,
Kasman, Suwono, Mahesa
dan Sholeh  ikut berperan aktif dalam pembangunan musholla
yang cukup bersejarah
ini. Tempat
ibadah berukuran 5×8 meter ini dipugar dan diperbaiki sedemikian rupa dengan
refief-relief indah dan ukiran ayat Nur. “Alhamdulillah sudah 60 persen,” ujar
Sholeh.

Beberapa
kali sang Kholifah Bandji mengadakan bimbingan bai’at thoriqoh Shiddiqiyyah
dimusholla  itu. “Alhamdulillah sudah ada
warga Islam asli Bali yang ikut bia’at jadi murid Shiddiqiyyah,” terang
Mustadji.

Konon
menurut penuturan masyarakat setempat 
Islam sudah masuk di daerah sejak ratusan tahun yang lalu. Nilai-nilai
Islami telah  berpadu dengan adat istiada
disana. Seperti seni burde dan sosok base. 
Seni burde (burdah) adalah perpaduan lantunan sholawat, tabuh dan gerak
tari Pegayaman yang nada lagu dan tariannya mirip dengan seni  tradisional Bali. Sementara sosok base  adalah rangkian  daun sirih, buah dan telur pada batang pisang
yang mirip dengan sarana upacara di pura. 

“Sungguh
terlihat kerukunan umat Islam Hindu disama. Kabranya sebelum Brawijaya
(Majapahit) sudah ada agama Islam disana,”
papar
Pak
Mus
, sapaan  Ketua DPW Orshid Bali menirukan keterangan
pemuka agama disana.

Hal
lain tentang keruknan ini juga tampak dengan adanya nama-nama Islami yang sudah
tidak asing dipakai disana
dan
dipadu dengan nama adat budaya disana. 
“Jadi ada nama, misalnya depan tetap menggunakan
Nyoman, Made, Ketut, tapi belakangnya ada Muhammad, Yunus dan lain-lain,” tutur
Pak Mus sambil tertawa.*   (Lut/Mus/Kus).

 

Berita sebelumnyaPenjelajahan Perdana ke Pulau Gili Ketapang
Berita selanjutnyaBazar Kreatifitas Wujud Karya memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW dan Hari Lahir THGB