Beranda Al-Kautsar TV Sejarah Semboyan Perlawanan 10 November: “Lebih Baik Hancur Lebur dari pada Tidak Merdeka”

Semboyan Perlawanan 10 November: “Lebih Baik Hancur Lebur dari pada Tidak Merdeka”

Perlawanan arek Suroboyo pada 10 November 1945 merupakan pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.

Arek Suroboyo melawan Belanda dengan pasukan sekutu yang mencoba kembali menguasai Indonesia setelah Indonesia memproklamasikan diri sebagai sebuah Bangsa yang Merdeka pada 17 Agustus 1945. Pasukan sekutu harus merasakan perlawanan rakyat Indonesia yang selalu tidak mudah dihadapi.

Iklan Majalah Al Kautsar

Pertempuran 10 November merupakan pertempuran pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Sebelumnya, 27 Oktober 1945, perwakilan Indonesia mengadakan sebuah perundingan dengan pihak Belanda, akan tetapi justru berakhir dengan kericuhan.

Peristiwa inilah yang menyebabkan pihak Indonesia dan tentara Inggris sepakat untuk menandatangani gencatan senjata pada 29 Oktober. Namun keesokan harinya, terjadi bentrokan antara dua belah pihak. Puncak dari bentrokan terjadi ketika Brigadir Jenderal Mallaby terbunuh.

Pimpinan tertinggi tentara Inggris untuk Jawa Timur itu dilaporkan tertembak, bahkan disebutkan jika mobil yang ditumpanginya telah meledak karena terkena granat.

Tewasnya Jenderal Mallaby menyulut kemarahan tentara Sekutu dan menyebabkan penggantinya, Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh, mengeluarkan sebuah ultimatum 10 November 1945. Ia meminta agar pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan kepada tentara AFNEI dan administrasi NICA.

Serta ancaman akan menggempur kota Surabaya dari darat, laut dan udara apabila rakyat Indonesia tidak menta’ati perintah Inggris.

Mereka juga mengeluarkan instruksi yang isinya, semua pimpinan bangsa Indonesia dan para pemuda di Surabaya harus datang selambat-lambatnya tanggal 10 November 1945, pukul 06.00 pagi pada tempat yang telah ditentukan.

Namun ultimatum itu tidak ditaati oleh rakyat Surabaya, sehingga terjadilah pertempuran Surabaya yang sangat dahsyat pada tanggal 10 November 1945, selama kurang lebih tiga minggu.

Tentara Inggris yang saat itu tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies), sekelompok pasukan Sekutu. Mereka datang bersamaan dengan tentara NICA (Netherlands Indies Civil Administration).

Medan perang Surabaya kemudian mendapat julukan ‘Neraka’. Sekitar 20 ribu rakyat Surabaya menjadi korban, sebagian besar adalah warga sipil. Selain itu diperkirakan 150 ribu orang terpaksa meninggalkan Kota Surabaya dan tercatat sekitar 1.600 orang prajurit Inggris tewas, hilang dan luka-luka serta puluhan alat perang rusak dan hancur.

Ribuan rakyat Kota Surabaya bahu membahu bersenjata bambu tak mundur menghadapi tank dan senjata modern. Salah satu hal yang membuat arek-arek Suroboyo begitu bersemangat melakukan perlawanan adalah pidato Bung Tomo melalui RRI.

Di antaranya, Bung Tomo mengatakan bahwa; Lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka. Semboyan kita tetap: MERDEKA atau MATI! Dan kita yakin saudara-saudara, pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita. Sebab Alloh selalu berada di pihak yang benar. Percayalah saudara-saudara, Tuhan akan melindungi kita sekalian. Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar! Merdeka!!!

Hal ini kemudian membuat Kota Surabaya dikenang sebagai kota pahlawan. 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan, bentuk penghargaan sekaligus mengenang jasa para pahlawan yang telah gugur dalam memperjuangkan kemerdekaan Bangsa Indonesia.*zm

Berita sebelumnyaGawat Ada Apa, Sang Mursyid Ingatkan Kembalilah kepada Jatidiri Bangsa Indonesia
Berita selanjutnyaPusat Tinjau Rumah Syukur Jateng. Grobogan Mengawali Program RSKILHS 2023